Hentikan! Kita bukan bangsa yang rasis, kan?
Ditulis pada: July 28, 2022
![]() |
Unyil dan Upin Salaman, simbol Gerakan Damai RI-Malaysia |
Hubungan Indonesia dan Malaysia memang mengalami pasang surut sejak 1963. Kita tahu memang negara tersebut berdiri dengan pemberian kerajaan Inggris dan pahamnya waktu itu tidak sesuai dengan pemikiran Presiden Soekarno. Bangsa Indonesia menganggap bahwa Malaysia adalah Neokolonialisme sekutu yang ingin mengepung Indonesia, ketika di timur sudah ada Australia. Ehm, sudahlah mari kita lupakan masa lalu, kita kembali ke masa kini. Akan sangat menyakitkan membahas masa lalu, dimana bangsa kita sangat besar dan disegani, sedangkan masa sekarang sungguh menyedihkan.
Dewasa ini keretakan hubungan itu dipicu oleh sikap sebagian orang Malaysia. Saya sebut sebagian karena sikap tersebut bukan cerminan dari sebagian besar rakyat Malaysia dan juga pemerintahnya. Mulai dari penyiksaan TKI, penganiayaan nelayan RI, pembalakan hutan yang ditengarai didanai cukong-cukong asal Malaysia dan juga masalah Manohara. Yang terakhir saya sebut ini sebenarnya sudah usang dan tidak penting. big grin
Namun sebagai bangsa yang beradab dan dewasa, alangkah baiknya kita bersikap rasional. Kita harus paham bahwa penduduk Malaysia itu cukup banyak, ada jutaan dan tidak semuanya bersikap buruk kepada kita. Kita harus mendudukkan masalah pada konteks yang sebenarnya, siapa yang sebenarnya bersalah dan siapa yang tidak. Jangan kita anggap semua orang Malaysia itu jahat. Itu sangat tidak bijak dan tidak adil. Kutipan Al-Quran ini bisa jadi inspirasi buat anda.
“Dan jangan sampai karena kebencianmu terhadap suatu kaum menyebabkan kamu tidak berlaku adil.” Al-Maidah: 8
Menjadi adil sangatlah disarankan dalam hal hubungan kita dengan Malaysia. Jika kita membenci seseorang atau sekelompok orang, hanya karena dia berkebangsaan Malaysia dan tidak berlaku adil kepada mereka, secara langsung kita telah melanggar Al-Quran itu sendiri. Saya miris mendengar bahwa banyak warga negara dan wartawan media Malaysia tidak diperlakukan adil ketika SEA Games berlangsung. Yang saya lihat secara langsung adalah ketika pertandingan penyisihan grup A antara Malaysia dan Indonesia, ketika lagu kebangsaan Malaysia dinyanyikan tidak ada suporter Indonesia yang berdiri, malah meniupkan terompet keras-keras sampai lagu itu tidak terdengar.
Sesungguhnya hal ini sangat memalukan. Oke, kita tahu bahwa banyak saudara sebangsa kita dianiaya oleh beberapa oknum Malaysia, tetapi ini tidaklah berbeda dengan yang kita lakukan saat menghina lagu kebangsaan dan atlet-atlet Malaysia yang bertanding di SEA Games. Jadi sesungguhnya mana yang lebih baik? Tidak ada yang lebih baik. Bahkan citra kita sebagai bangsa yang ramah terkorbankan oleh sikap tidak simpatik seperti itu. Saya tanyakan sekali lagi kepada anda, bangsa kita bukan bangsa rasis kan? Saya yakin jawabnya pasti tidak. happy
Kembali lagi, kita harus mendudukkan persoalan pada tempatnya. Berlaku adil, tegas tapi tidak menghina. Kalo istilah jawa: “menang tanpa ngasorake”, menang tanpa merendahkan. Nasionalisme sangat dianjurkan, tapi tidak dengan menghina negara lain. Mereka mungkin melakukan penyiksaan terhadap TKI kita, jumlah pelakunya hanya beberapa puluh orang mungkin saja, tapi kita membalasnya dengan melakukan penghinaan dengan pelaku lebih dari tujuh puluh lima ribu orang di sebuah stadion. Saya rasa itu bukan suatu yang patut kita lakukan.
Seperti halnya kekalahan Indonesia dalam pertandingan kemarin seharusnya menjadi cambuk bagi kita semua. Kita tahu, pemain kita sangat hebat, tapi pemain Malaysia sedikit lebih hebat. Apa sebabnya? Jelas sekali perbedaan dalam hal pembinaan usia dini. Malaysia sudah melakukan itu 10-20 tahun lalu, dan sekarang hasilnya maksimal. Sedangkan pemimpin kita lebih suka berkutat dengan hal-hal yang instan. Jika instan saja sudah hebat seperti kemarin, bagaimana kalo lebih dini pembinaannya? Pasti akan lebih hebat lagi.
Marilah kita lebih dewasa dalam menyikapi suatu persoalan. Janganlah kita melakukan penyangkalan bahwa kita kalah dari Malaysia dalam banyak hal. Kita akui saja, YA, KITA MEMANG KALAH. Dalam ilmu psikologi, pengakuan adalah obat terbaik. Dengan mengakui, kita bisa melangkah maju untuk melakukan perbaikan. Tidak perlu saling menyalahkan karena ini adalah tanggung jawab kita sebagai bangsa. Selain itu, jangan terlalu termakan mainstream media (TV dan Koran), carilah informasi yang berimbang, tidak hanya dari satu sisi saja. Sehingga kita bisa berlaku adil kepada siapapun.
Maju terus Indonesia! Bagaimana dengan anda?